“Bukan perkara yang mudah untuk memahami sesuatu, apalagi sesuatu yang
menyangkut dengan perasaan. Lucu, terkadang kita sulit untuk mengartikan apa
yang tengah kita rasakan tapi terlalu mudah untuk menebak perasaan orang
lain..”
Aku tidak tahu kapan tepatnya aku
mengenal cinta. Aku bahkan tidak tahu sejak kapan ia menyapa kehidupanku. Aku
tidak tahu mengapa dia sempurna menjadi topik yang selalu berhasil membuatku
tertarik. Aku tidak tahu. Padahal hampir separuh permasalahan di masa muda ku
diciptakan olehnya. Padahal aku tahu terlalu cepat untukku mengenal semua.
Padahal.. Padahal..
Jujur saja aku memulai semua
cerita cintaku dengan rasa penasaran. “Apa
yang kakak rasakan ketika dia memiliki seorang pacar?”. Konyol. Dan lebih
konyol lagi, aku terbawa oleh rasa penasaran itu. Masuk kedalam pintu yang
mengundangku. Pintu yang berwarna abu-abu, pintu yang menghadirkan sejuta
pertanyaan dibenakku. Pintu yang tak memberikanku kompas untuk menemukan jalan
keluar. Dan pintu itu hadir ketika aku sedang mulai merasakan asiknya
menggunakan seragam putih-biru, ditahun pertama, disemester pertama. Terlalu
cepat? Ya! Sangat cepat! Sebenarnya pintu itu mulai menggoda ku masuk sejak aku
berada di tahun terakhir masa merah-putih. Tapi aku menolak! Menurutku tidak
sepantasnya aku mengenal cinta atau pacaran pada masa itu. Tapi apakah dengan
satu tahun berlalu, semua menjadi berubah dengan cepatnya? Secepat itukah
pemikiranku berubah? Ya! Ditahun pertama itu aku berhasil masuk kedalamnya,
menemukan banyak sudut ruangan yang sempit, sudut ruangan yang rumit, bahkan
terkadang seringkali menemukan sudut ruangan yang sama. Selama menggunakan
seragam putih-biru, aku berkenalan dengan banyak teman lelaki. Bahkan aku tak
hanya satu kali menerima kata “do you want to be my girlfriend?”. Seperti yang
ku katakan “aku penasaran..”, karena rasa penasaran itulah aku selalu menerima
mereka! Ya! Selalu!
Meninggalkan seragam putih-biru,
aku mulai mengenal seragam baru, putih-abu-abu. Seragam yang membuatku sangat
tertarik. Rasa penasaranku mulai menurun pada masa itu. Tapi aku kembali disapa
oleh pintu itu ditahun pertama. Bahkan dua orang teman lelaki yang satu kelas
denganku bisa dikatakan berhasil membuatku bingung. Aku menyukai musik diapun
sama. Bahkan dia piawai memainkan alat musik, dan tahukah kalian? Kami saling
tertarik satu sama lain. Namun bukan perkara yang mudah untuk bisa dekat
dengannya karena dia memiliki seorang pacar yang umurnya satu tahun dibawah
kami. Aku tidak mau berurusan dengan anak SMP hanya karena soal pacaran, ribet! Hingga akhirnya aku dekat dengan
lelaki lain, teman curhatku. Ya, dia adalah teman dari seseorang yang aku sukai
tadi, kami seringkali bertukar pikiran karena teman sebangku ku menyukainya.
Hingga akhirnya aku menceritakan tentang si cowok pemain gitar dan dia
menceritakan tentang si cewek yang sebangku denganku. Entah bagaimana alur yang
tercipta diantara kami berdua. Aku sempurna tidak mengetahui perasaan yang ia
simpan kepadaku. Hingga akhirnya ketika aku jadian dengan si pemain gitar, aku
baru mengetahui arti dari semua nasihat dan perhatiannya kepada ku. Saat itu
aku sempurna dibuat bingung oleh keadaan. Sungguh, awalnya aku fikir aku akan
merasa senang jika bisa mendapatkan si pemain gitar, tapi ternyata aku salah!
Benar apa kata pepatah, “membayangkan seperti apa hebatnya perasaan itu akan
jauh lebih hebat dibandingkan ketika aku benar-benar tiba disana”. Saat ini aku
sudah tiba di titik yang aku bayangkan dulu, tapi apa? Aku merasakan kehampaan,
bahkan rasa menyesal. Aku menyesal tidak memahami perasaan dia yang telah
perduli padaku. Aku menyesal telah menciptakan kesempatan untuk perasaanku,
tapi meredupkan kesempatan untuk perasaan orang lain. Aku bingung. Tak tahu apa
yang harus aku lakukan..
Hingga akhirnya entah bagaimana
aku tidak lagi dekat dengan si pemain gitar, karena perhatianku telah sempurna
teralihkan pada dia yang ku abaikan perasaannya. Dan aku tak tahu bagaimana
waktu mendekatkan kami kembali. Bersamanya aku merasakan satu hal baru. Satu
perasaan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Bersamanya aku baru merasakan
rasanya mencintai seseorang. Rasa cemburu. Rasa khawatir. Dan rasa takut
kehilangan. Bisa dikatakan aku gagal mengatur emosi pada cinta pertamaku. Ya!
He is my first love! Aku tak tahu mengapa, tapi begitulah kenyataannya! Dia
sungguh berhasil menjawab semua rasa penasaran yang aku rasakan sejak SMP dulu.
Tapi sayang, cinta pertamaku tak bertahan lama.. Kami putus setelah empat bulan
bertahan. Entah mengapa sejak saat itu aku merasa hampa. Tidak tertarik dengan
orang lain. Selalu merasa “dia tak seperti dia”. Selalu merasa tetap dia yang
sangat berhasil mencuri perhatian dan waktuku. Tapi hal itu tak berlaku
padanya. Satu tahun kami putus, dia pacaran dengan adik kelas kami. Seorang
wanita chinese. Jujur, tak mudah
bersikap masa bodoh saat melihat mereka berdua! Jujur, tak mudah untuk
memalingkan perhatianku..
Waktu-waktu berlalu, detik demi
detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari, minggu demi minggu,
bulan demi bulan, tahun demi tahun, tapi perasaan itu tetap duduk dengan
anggunnya didalam hatiku! Aku mencoba untuk menghapusnya, tapi gagal. Aku
mencoba untuk mengabaikannya, tapi tak berhasil. Detik ini kuputuskan untuk
tidak mencoba menghapusnya, mengabaikannya, dan membencinya! Aku ingin berdamai
dengan perasaan itu. Menghadapinya. Aku harus menghadapi perasaan itu,
menikmati bagaimana rasanya, tapi tidak mengizinkannya untuk melemahkan
kehidupanku. Berterimakasih padanya karena ia telah mengajarkanku banyak hal.
Dengan begitu aku yakin aku pasti bisa menerima kenyataan bahwa waktu telah
berubah. Dia sudah memiliki cerita yang baru. Meskipun perasaanku sempurna
tetap menjadi miliknya, it’s always been you..